Hujan dalam bahasa Islam bisa berarti "Mathor" yaitu sesuatu
yang diturunkan dari langit berupa air atau batu,"Dan kami turunkan hujan
kepada mereka, maka perhatikanlah bagaimana akibatnya orang-orang yang
berdosa". (QS.Al Araf:84). "Maka tatkala datang azab kami, kami
jadikan yang sebelah atas ke sebelah bawah dan kami hujani dengan batu berapi
bertubi-tubi". (QS.Hud:82)
Atau berarti "Goits" yaitu air hujan. "Dan Dialah yang
menurunkan hujan setelah mereka putus asa, dan Dia tebarkan rahmatNya, dan
Dialah Maha Pemurah lagi Maha Pelindung". (QS.Asysyura:28)
Atau berarti "Air yang diturunkan dari langit". "Dan
Dia menurunkan air hujan dari langit". (QS.Al Baqarah:22) (QS.Al
An'am:99).
PROSES TERJADINYA HUJAN
1.
Teori Ilmiah ( Ilmu Fisika )
2.
Teori Islam
Hanya Allah yang dapat menurunkan hujan. ( QS. Luqman: 34 )
dan (Asysyuro:28 )
Malaikat Izrail melaksanakan perintah Allah. Mengumpulkan Qoza'ah
yaitu gumpalan kecil awan. Membuat Ra'd yaitu suara guruh dan Barq yaitu kilat.
Mujahid berkata: "Suara guruh adalah perbuatan malaikat dan kilat adalah
sayap-sayapnya untuk menggiring awan agar turun hujan". Awan digabung
menjadi satu oleh Malaikat Izrail sampai terjadilah Muzollah yaitu gumpalan
awan yang besar dan gelap dengan dibantu oleh angin sehingga menutupi sebagian
langit. Turun hujan atas izin Allah.
CARA MEMOHON HUJAN PADA ZAMAN JAHILIYYAH
Konon orang Arab Jahiliyah percaya kepada sesuatu yang dinamakan
"Nau" yang dapat menurunkan hujan bukan Tuhan. Nau adalah bentuk
ramalan benda-benda langit yang diyakini dapat menurunkan hujan. Di dalam islam
meyakini sesuatu selain Allah dapat menurunkan hujan adalah perbuatan syirik
seperti Nau yang diyakini Arab Jahiliyah.
"Tidak ada Adwa, Thiarah, Hamma , Safar, Nau dan Gul dalam
Islam". (HR.Bukhari-Muslim)
KONSEP ISLAM DALAM MEMOHON HUJAN
1. Hujan sebagai Rahmat :
Alat untuk bersuci
( Mandi, Wudhu, Mencuci najis )
Alat konsumsi
manusia ( Minum dan Makan )
Menyuburkan tanah
untuk menumbuhkan tanaman ( QS. Al An'am :99 )
Menghidupkan hewan
( QS.An Nur :45 )
2. Istisqo
Istisqa menurut bahasa artinya memohon curahan air sedangkan menurut
istilah fiqh adalah seorang hamba memohon kepada Allah agar diturunkan hujan
karena sesuatu hajat / keperluan. Shalat Istisqa hukumnya sunah jika diperlukan
karena kekurangan air atau kekeringan.
ISTISQA DAPAT DILAKUKAN DENGAN TIGA CARA:
Cara yang paling ringan: Dengan berdoa langsung memohon kepada Allah
agar diturunkan hujan baik dilakukan sendiri atau secara berjamaah di luar
shalat.
Cara yang sedang: Berdoa memohon kepada Allah agar diturunkan hujan
setelah shalat baik shalat berjamaah atau shalat sunah.
Cara yang sempurna: Melakukan shalat Istisqa dengan semua
ketentuannya.
Pelaksanaan pra shalat Istisqa
Sebelum shalat Istisqa dilaksanakan terlebih dahulu seorang pemimpin
seperti ulama, aparat pemerintah atau lainnya menyerukan kepada masyarakat agar
bertaubat meninggalkan segala bentuk kemaksiatan dan kembali beribadah,
kemudian menyerukan memperbanyak shadaqah semampunya kepada fakir miskin dan
menyeru agar meninggalkan perbuatan zhalim dan permusuhan, tingkatkanlah rasa
toleransi dan perdamaian.
Tiga hari sebelum shalat Istisqa dimulai terlebih dahulu melaksanakan
puasa tiga hari memohon doa. Barulah pada hari ke-empat shalat Istisqa
dilaksanakan.
Pelaksanaan shalat Istisqa
Pada hari pelaksanaan shalat Istisqa pemimpin dan masyarakat berkumpul
di lapangan atau di masjid atau pada tempat-tempat yang dianggap bersih dengan
memakai pakaian yang bersih dan sederhana tidak disunahkan berpakaian baru atau
yang mewah.
Duduk semua dengan tenang penuh khidmat dan rasa tawadhu, lalu imam
menyerukan shalat Istisqa secara berjamaah
Shalat Istisqa seperti melaksanakan shalat Ied yaitu dua raka'at dan
setelah shalat dilaksanakan khutbah dua kali.
Niat shalat Istisqa dalam hati ketika membaca Takbiratul Ihram:
"Aku niat shalat sunnah Istisqa dua rakaat jadi Makmum/ Imam karena
Allah".
Setelah membaca Iftitah pada raka'at pertama membaca takbir tujuh
kali.
HUJAN TERKADANG MENJADI MUDHARAT ATAU SEBAGAI AZAB
"Dan tidak dosa atas kamu meletakkan senjata-senjatamu jika kamu
mendapat sesuatu kesukaran karena hujan atau kamu sedang sakit dan siap
siagalah kamu". (QS.Annisa:102)
"Dan kami turunkan hujan (Hujan azab) kepada mereka, maka
perhatikanlah bagaimana akibatnya orang-orang yang berdosa". (QS.Al
Araf :84)
"Konon kami tidak melihat gumpalan awan antara kami dan sela-sela
gunung Sal'a dan tidak nampak pula awan di atas rumah kami. Tiba-tiba datang
gumpalan awan seperti perisai, maka tatkala gumpalan awan tersebut menyebar
menutupi sebagian langit maka turunlah hujan. Demi Allah pada hari sabtu kami
tidak melihat matahari, kemudian datang seorang pada hari jumat berikutnya
untuk menemui Nabi. Tatkala itu Nabi sedang berkhutbah, orang itu mengadu
kepada Nabi :" Ya Rasululloh binasalah harta kami dan terputuslah
jalan-jalan kami". Nabi bersabda: " Memohonlah kamu kepada Allah
karena hanya Dialah yang dapat menolak hujan, kemudian Nabi mengangkat kedua
tanganNya sambil berdo'a: "Ya Allah jadikanlah hujan ini pindah pada
sekitar kami jangan jadikan hujan ini untuk kami. Ya Allah pindahkanlah hujan
ini di atas gunung, bukit yang lembab, lembah gunung atau tempat tumbuhnya
pohon (hutan )". (HR. Bukhari-Muslim)
Pawang hujan bukan menghentikan hujan akan tetapi memindahkan hujan
ke tempat yang lain seperti: ke gunung, lembah, laut atau hutan karena ada
sesuatu hajat atau hujan itu mendatangkan mudharat.
Berdasarkan Hadits di atas dapat diambil kesimpulan secara metoda
hikmah:
1.
Meneliti terlebih dahulu kondisi langit
2. Hujannya
memberi mudharat
3. Memohon
kepada Allah
4. Tawassul
kepada Nabi Muhammad
5. Memindahkan
hujan pada tempat lain seperti pegunungan, lembah-lembah atau hutan dengan
berdoa kepada Allah.
6.
Memohon Memberhentikan hujan berarti menolak rahmat Allah yang
dibutuhkan oleh semua alam seperti: manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan bumi
dan menghambat permohonan manusia yang sedang menjalankan Istisqo sesungguhnya
hanya Allah yang dapat memberhentikan hujan.
" Maka Aku berkata: Minta ampunlah kepada Tuhan kamu sesungguhnya
Dia adalah Maha Pengampun. Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan
hebat" (QS. Nuh :10-11).
Syaikh Syarbini Khatib berkata: "Terkadang menolak hujan dengan
melakukan perbuatan sebaliknya".
"Janganlah satu kaum enggan memberikan zakat melainkan terhambat
untuk mereka hujan" (HR.Baihaqi)