Di Surga Kita
Kan Bersua
Rabu, 08
September 04
Dari Rajâ` bin
‘Umar an-Nakha’iy, dia berkata, “Di Kufah ada
seorang pemuda berparas tampan, sangat rajin beribadah dan sungguh-sungguh. Dia
juga termasuk salah seorang Ahli Zuhud. Suatu ketika, dia singgah beberapa
waktu di perkampungan kaum Nukha’ lalu –tanpa sengaja- matanya melihat seorang
wanita muda mereka yang berparas elok nan rupawan. Ia pun tertarik dengannya dan
akalnya melayang-layang karenanya. Rupanya, hal yang sama dialami si wanita
tersebut. Pemuda ini kemudian mengirim utusan untuk melamar si wanita kepada
ayahnya namun sang ayah memberitahukannya bahwa dia telah dijodohkan dengan
anak pamannya (sepupunya). Kondisi ini membuat keduanya begitu tersiksa dan
teriris.
Lalu si wanita mengirim utusan kepada si pemuda ahli ibadah tersebut berisi
pesan, ‘Sudah sampai ke telingaku perihal kecintaanmu yang teramat dalam
kepadaku dan cobaan ini begitu berat bagiku disertai liputan perasaanku
terhadapmu. Jika berkenan, aku akan mengunjungimu atau aku permudah jalan
bagimu untuk datang ke rumahku.’ Lantas dia berkata kepada utusannya itu,
‘Dua-duanya tidak akan aku lakukan. Dia kemudian membacakan firman-Nya, ‘Sesungguhnya
aku takut siksaan pada hari yang agung jika berbuat maksiat kepada Rabbku.’ (Q.s.,az-Zumar:13)
Aku takut api yang lidahnya tidak pernah padam dan jilatannya yang tak pernah
diam.’
Tatkala si
utusan kembali kepada wanita itu, dia lalu menyampaikan apa yang telah
dikatakan pemuda tadi, lantas berkatalah si wanita,
‘Sekalipun yang
aku lihat darinya dirinya demikian namun rupanya dia juga seorang yang amat
zuhud, takut kepada Allah? Demi Allah, tidak ada seorang pun yang merasa
dirinya lebih berhak dengan hal ini (rasa takut kepada Allah) dari orang lain.
Sesungguhnya para hamba dalam hal ini adalah sama.’
Kemudian dia
meninggalkan gemerlap dunia, membuang semua hal yang terkait dengannya,
mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu (untuk menampakkan kezuhudan) dan
berkonsentari dalam ibadah. Sekalipun demikian, dia masih hanyut dan menjadi
kurus kering karena cintanya terhadap si pemuda serta perasaan kasihan
terhadapnya hingga akhirnya dia meninggal dunia karena memendam rasa rindu yang
teramat sangat kepadanya.
Sang pemuda tampan pun sering berziarah ke kuburnya. Suatu malam, dia melihat
si wanita dalam mimpi seolah dalam penampilan yang amat bagus, seraya berkata
kepadanya, ‘Bagaimana kabarmu dan apa yang engkau temukan setelahku.?’ Si
wanita menjawab,
Sebaik-baik
cinta, adalah cintamu wahai kekasih
Cinta yang
menggiring kepada kebaikan dan berbuat baik
Kemudian dia
bertanya lagi, ‘Ke mana kamu akan berada.?’ Dia menjawab,
Ke kenikmatan
dan hidup yang tiada habisnya
Di surga nan
kekal, milik yang tak pernah punah
Dia berkata lagi
kepadanya, ‘Ingat-ingatlah aku di sana karena aku tidak pernah melupakanmu.’
Dia menjawab, ‘Demi Allah, akupun demikian. Aku telah memohon Rabbku, Mawla -ku
dan kamu, lantas Dia menolongku atas hal itu dengan kesungguhan.’ Kemudian
wanita itupun berpaling. Lantas aku berkata kepadanya, ‘Kapan aku bisa
melihatmu.?’ Dia menjawab, ‘Engkau akan mendatangi kami dalam waktu dekat.’
Rupanya benar, pemuda itu tidak hidup lama lagi setelah mimpi itu, hanya tujuh
malam. Dan, setelah itu, dia pun menyusul, berpulang ke rahmatullah. Semoga
Allah merahmati keduanya.
(Sumber: al-Maw’id Jannât an-Na’îm karya Ibrâhîm bin ‘Abdullah al-Hâzimy,
ha.14-15, sebagai yang dinukilnya dari bukunya yang lain berjudul Man Taraka
Syai`an Lillâh ‘Awwadlahullâh Khairan Minhu)