ISTIQOMAH DALAM TAQWA
Tetap Bertaqwa Usai Bulan Puasa
Oleh: Ihsan SF
Taqwa Bukan Musiman
Nuansa taqwa terlihat begitu kental di saat bulan puasa. Hal ini terlihat bukan saja dari penuh sesaknya masjid dan mushala dengan aktifitas ibadah, terutama shalat tarawih. Bahkan tak sedikit masjid yang mengalami penambahan bangunan temporer sebagai perluasan tempat shalat karena tak mampu menampung jamaah. Demikian pula acara-acara televisipun menyuguhkan berbagai tayangan yang berbau agama. Bukan hanya itu, para artispun yang biasanya tampil seronok mendadak ikut-ikutan berbusana muslimah, bahkan di toko-toko pakaian patung plastikpun diberi jilbab atau peci.
Meski di saat bulan puasa sedemikian kental nuansa taqwa, namun sayangnya selepas Ramadhan busana muslimah yang biasa dikenakan dengan segera dilepas dan masjidpun kembali sepi sebagaimana sebelum Ramadhan. Barangkali inilah fenomena taqwa musiman, meski sebenarnya taqwa tak mengenal musim
Taqwa tak kenal musim
Sedianya taqwa tidaklah mengenal musim. taqwa adalah jati diri yang melekat kokoh pada jiwa seseorang. Kapan saja dan di mana saja, ia selalu menyertai pemiliknya. Saat Ramadhan menyertainya di luar Ramadhanpun tetap bersamnya. Seorang muslim yang shalih hendaklah tidak melepas taqwa kapan dan di manapun berada. Hal ini selaras dengan perintah nabi shalallahu alaihi wasalam dalam sebuah hadits yang ringkas dan tuntas, beliau bersabda:
إتق الله حيث ما كنت
“Bertaqwalah kepada Allah, kapan an di manapun kamu berada”
(HR. Bukhari-Muslim)
Taqwa tak kenal musim yang merupakan ciri khusus seorang mukmin secara implisit digambarakan Allah laksana sebatang pohon yang menghasilkan buah setiap saat (setiap musim) dengan izin Allah. Kondisi pohon tersebut akarnya kuat menghunjam ke dasar bumi, cabang dan rantingnya menjulang ke langit. Allah berfirman:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَآءِ {24}
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللهُ اْلأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ {25}
Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, (QS. 14:24) pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya.Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (QS. 14:25) [1]
Indikasi ketaqwaan
untuk mengukur stabilitas ketaqwaan seseorang, apakah masih terus bertaqwa usai Ramadhan ataukah mengalami stagnasi (macet) ada baiknya kita kenali sifat-sifat taqwa yang banyak disebutkan dalam al qur’an. Salah satu ayat tersebut misalnya adalah ayat: 133-135, QS Ali Imran. Allah berfirman:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ { 133} الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ {134} وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ {135(
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada jannah yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (*) (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (*) Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah - Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui (QS. 3: 133-135)
Merujuk ayat Al qur’an tersebut di atas, kita dapat mengambil beberapa kesimpulan tentang sifat dan gaya hidup insan bertaqwa, antara lain adalah:
1. Bersegera melakukan kebaikan
Sifat insan bertaqwa yang tidak menunda-nunda kebaikan, dipahami dari makna perintah Allah “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada jannah yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa,”
Makna bersegera kepada ampunan Allah adalah bersegera atau tidak menunda-nunda melakukan kebaikan yang mendatangkan ampunan Allah. Termasuk kebaikan yang mendatangkan ampunan Allah adalah meminta ampun kepada Allah jika melakukan dosa kepada Allah dan meminta maaf kepada sesama manusia jika merasa berdosa kepada manusia.
Mengingat sifat insan bertaqwa adalah tidak menunda-nunda permintaan ampun kepada Allah atau permintaan maaf kepada manusia, maka idealnya meminta maaf kepada manusia janganlah menunggu datangnya hari lebaran. Begitu melakukan dosa langsung meminta maaf.
Menunda meminta maaf atas kesalahan, dikawatirkan kedahuluan maut menjemput, jika sudah demikian, permintaan maaf sudah tidak lagi berguna. Kalau sudah demikian, maka kezaliman dan dosa yang pernah dikerjakan mengakibatkan pahala kebaikan yang pernah dilakukan akan diberikan kepada orang yang dizalimi, atau dosa orang dizalimi diberikan kepadanya sebagai tebusan atas kezalimannya
مَنْ كاَنَتْ عِنْدَهُ مَظْلَمَـةٌ لأَِحَدٍ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَلْهُ مِنْهُ الْيَوْمِ
قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُوْنَ دِيْناَرٌ وَلاَدِرْهاَمٌ إِنْ كاَنَتْ لَهُ عَمَلٌ صاَلِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ
وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَناَتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
Barangsiapa melakukan dosa atau kezaliman kepada saudaranya, baik mengenai kehormatan atau sesuatu lainnya, hendaklah meminta halalnya atau meminta maaf kepadanya pada hari itu sebelum datangnya hari di mana tidak lagi bermanfaat dinar atau dirham. Jikalau orang yang berdosa itu mempunyai amal shalih maka amal shalihnya akan diambil dan diberikan kepada orang yang dizalimi seukuran kezaliman yang pernah dilakukannya, namun jika orang yang melakukan kezaliman itu tidak mempunyai kebaikan, maka dosa orang yang dizalimi itu akan diambil dan ditimpakan kepada orang yang melakukan kezaliman” ( Bukhari: 5/73)
2. Dermawan Di Saat Kaya dan Miskin
Termasuk sifat insan bertaqwa adalah dermawan di saat lapang (kaya) atau sempit (miskin), fissara’ wadh dhara’ demikian sebagaimana tersebut pada ayat di atas.
Dalam menjelaskan pengertian fissara’ wadh dhara’, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Mereka adalah orang yang menginfakkan apa saja yang mereka dituntut untuk berinfak berupa; zakat, sedekah, nafkah kepada yang berhak menerima, infak untuk jihad fi sabilillah serta amal kebajikan lainnya. Mereka menginfakkan harta tersebut dalam keadaan lapang dan sempit. Kondisi kaya dan miskin tidak menyebabkan mereka berlebihan dalam mencintai harta, kikir dan ambisi untuk terus menambahnya. Demikian juga dalam kondisi susah dan sempit, mereka tetap berinfak dan tidak kawatir kebutuhannya tidak tercukupi” (Majalis Syahri Ramadhan: 120)
Sifat insan bertaqwa dengan ciri khasnya dermawan, telah dicontohkan Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dengan prinsip laa yus’al syai’an illa a’thahu -tidak diminta sesuatu kecuai pasti beliau memberinya- Jelasnya, beliau tidak pernah menolak permintaan orang lain. Terlebih pada bulan Ramadhan, kedermawanan beliau digambarkan laksana ar rihul murasalah (angin berhembus), demikian gambaran kedermawanan Rasulullah sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits
Sifat dermawan akan selalu mendatangkan keuntungan, sedangkan sifat bakhil akan selalu mendatangkan kerugian. Bahkan yang paling dirugikan adalah si bakhil itu sendiri. Orang yang dermawan akan dekat dengan dua dan jauh dari satu. Ia akan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia dan jauh dari setan.
3. Penyabar dan Pemaaf
Termasuk sifat insan bertaqwa adalah suka menahan marah dan suka memaafkan. Sifat suka menahan marah disebut al kazhm dan sifat suka memaafkan disebut al afwu. Manakala sifat al kazhm dan al afwu diterapkan secara proporsional serta tumbuh dari kemulian jiwa, maka karena sifat tersebut dia akan meraih derajat taqwa yang sekaligus akan dijanjikan surga..
Dalam menyelesaikan kasus, islam mengutamakan sikap penyabar dan pemaaf, bahkan ketika diperlakukan dengan buruk sekalipun, selama sabar dan memaafkan adalah yang terbaik, maka kedua sikap ini harus diutamakan. Barangsiapa bersikap demikian karena menginginkan kebaikan, maka dia termasuk hamba Allah yang sabar yang dijamin dengan keuntungan yang besar. Allah berfirman, artinya, Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan.Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (QS. 41: 34)
Menyadari Kesalahan
Segera menyadari kesalahan adalah termasuk tanda-tanda ketaqwaan, baik kesalahan itu berupa fahisyah atau dhalamu anfusahum. Fahisyah adalah dosa-dosa yang dianggap keji, yaitu dosa-dosa besar. Sedangkan dhalamu anfusahum lebih bersifat umum, yaitu dosa besar dan juga dosa kecil. Demikian Fahisah dan dhalamu anfusahum, menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, (Majalis Syahri Ramadhan: 120)
Selain dari segera menyadari kesalahan dan meyakini hanya Allah saja Dzat yang mengampuni dosa-dosa hamba-Nya, mereka juga segera menghentikan perbuatan dosa tersebut dan menyusulnya dengan perbuatan yang baik. Mereka meyakini bahwa kebaikan dapat menghapuskan keburukan, Allah berfirman:
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ {114}
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. (QS Hud [11] :114)
Itulah sebagian gaya hidup insan bertaqwa yang kita sarikan dari makna firman Allah Ta’ala yang ada pada QS Al Imran: 133-135 Wallahu a’lam bishawab